Maju Tak Gentar, Walau Lutut Bergetar
Martina Neno, lahir di Ayotupas tanggal 13 Maret 1987. Beliau adalah salah satu anggota kelompok dampingan Sanggar Suara Perempuan yang juga berperan sebagai pendamping korban di Desa Kualin, Kec. Kualin.
Dalam kesehariannya sebagai ibu rumah tangga, Mama Martina secara sukarela melakukan perannya sebagai pendamping korban yang selalu siap sedia mendampingi korban ketika ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Desa Kualin.
Ketika mendampingi korban kekerasan, setiap pendamping korban pasti akan melakukan berbagai upaya agar korban kekerasan baik itu perempuan maupun anak mendapatkan keadilan atas apa yang di alami. Setiap kasus yang didampingi selalu punya cerita dan pengalaman tersendiri bagi pendamping korban.
Mama Martina bersyukur karena keberadaan Sanggar Suara Perempuan melalui anggota kelompok dampingan di Desa Kualin dapat membantu perempuan dan anak korban kekerasan mulai dari memberikan konseling penguatan sampai pada proses penanganan kasus.
Ketika ada yang menyampaikan bahwa ada kasus yang harus didampingi, bagi Mama Martina itu adalah sebuah kepercayaan dan tanggungjawab yang harus dilakukan dengan baik.
Salah satu kasus didampingi dan cukup berkesan karena merupakan pengalaman yang baru bagi Mama Martina dalam mendampingi kasus adalah ketika beliau mendampingi kasus persetubuhan anak di bawah umur, pelakunya melarikan diri dan tidak mau bertanggungjawab.
Menjadi pengalaman yang baru karena untuk kasus ini Mama Martina berhadapan dengan korban difable (tidak bisa dengar dan bicara) sehingga ketika melakukan pengambilan data Mama Martina mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan korban.
Walaupun demikian keadaan tersebut tidak mematahkan semangat beliau. Mama Martina perlahan-lahan mulai menggunakan bahasa isyarat yang dapat dimengerti oleh korban sehingga ada komunikasi timbal balik di mana korban dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Membutuhkan waktu yang lama untuk pengambilan data, tetapi dengan bantuan dari ibu korban maka informasi terkait dengan kronologi kasus dapat tersampaikan.
Kepedulian terhadap korban kekerasan menjadi motivasi dan dorongan bagi Mama Martina untuk dengan sabar mendampingi korban. Apalagi korban yang didampingi adalah anak, sehingga perlu menciptakan rasa aman agar korban dapat bercerita dengan nyaman terkait dengan kronologi kasus yang dialami.
Keluarga kemudian memutuskan untuk melaporkan kasus ke pihak kepolisian dan menyelesaikan kasus tersebut secara hukum sehingga Mama Martina mendampingi korban dan keluarga untuk melaporkan kasus ke pihak Kepolisian.
Selalu ada tantangan dalam setiap proses penanganan kasus. Tapi bagi Mama Martina, tantangan tersebut menjadi bagian dari sebuah proses untuk menjadi pribadi yang lebih sabar dan terus berkomitmen untuk membela dan mendampingi perempuan maupun anak korban kekerasan.
Pengalaman pendampingan sampai tingkat kepolisian menjadi pengalaman yang luarbiasa bagi Mama Martina. Setiap pendamping korban ketika melakukan pendampingan dalam proses penanganan dan penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pasti akan mengorbankan banyak waktu, tenaga dan pikiran. Tapi itulah yang menjadi bagian dari perjalanan perjuangan para pendamping korban dalam mendampingi kasus.
Bukan tidak mungkin sampai meneteskan air mata ketika menghadapi berbagai tantangan. Hal ini juga yang di alami oleh Mama Martina. Ketika menghadapi kondisi tersebut, Mama Martina selalu mengingat sebuah kalimat yang pernah disampaikan oleh ketua JPMP (Jaringan Pemerhati Masalah Perempuan) dalam sebuah pertemuan yang dilakukan di SSP, yakni “Maju tak gentar walau lutut bergetar”.
Kalimat ini sangatlah singkat tetapi memiliki makna begitu dalam serta dapat memberikan kekuatan untuk membangkitkan semangat Mama Martina dalam memperjuangkan hak-hak korban. Sebagai perpanjangan tangan SSP di desa, Mama Martina akan selalu memberikan layanan terbaik bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Desa Kualin.
Dalam kesehariannya sebagai ibu rumah tangga, Mama Martina secara sukarela melakukan perannya sebagai pendamping korban yang selalu siap sedia mendampingi korban ketika ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Desa Kualin.
Ketika mendampingi korban kekerasan, setiap pendamping korban pasti akan melakukan berbagai upaya agar korban kekerasan baik itu perempuan maupun anak mendapatkan keadilan atas apa yang di alami. Setiap kasus yang didampingi selalu punya cerita dan pengalaman tersendiri bagi pendamping korban.
Mama Martina bersyukur karena keberadaan Sanggar Suara Perempuan melalui anggota kelompok dampingan di Desa Kualin dapat membantu perempuan dan anak korban kekerasan mulai dari memberikan konseling penguatan sampai pada proses penanganan kasus.
Ketika ada yang menyampaikan bahwa ada kasus yang harus didampingi, bagi Mama Martina itu adalah sebuah kepercayaan dan tanggungjawab yang harus dilakukan dengan baik.
Salah satu kasus didampingi dan cukup berkesan karena merupakan pengalaman yang baru bagi Mama Martina dalam mendampingi kasus adalah ketika beliau mendampingi kasus persetubuhan anak di bawah umur, pelakunya melarikan diri dan tidak mau bertanggungjawab.
Menjadi pengalaman yang baru karena untuk kasus ini Mama Martina berhadapan dengan korban difable (tidak bisa dengar dan bicara) sehingga ketika melakukan pengambilan data Mama Martina mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan korban.
Walaupun demikian keadaan tersebut tidak mematahkan semangat beliau. Mama Martina perlahan-lahan mulai menggunakan bahasa isyarat yang dapat dimengerti oleh korban sehingga ada komunikasi timbal balik di mana korban dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Membutuhkan waktu yang lama untuk pengambilan data, tetapi dengan bantuan dari ibu korban maka informasi terkait dengan kronologi kasus dapat tersampaikan.
Kepedulian terhadap korban kekerasan menjadi motivasi dan dorongan bagi Mama Martina untuk dengan sabar mendampingi korban. Apalagi korban yang didampingi adalah anak, sehingga perlu menciptakan rasa aman agar korban dapat bercerita dengan nyaman terkait dengan kronologi kasus yang dialami.
Keluarga kemudian memutuskan untuk melaporkan kasus ke pihak kepolisian dan menyelesaikan kasus tersebut secara hukum sehingga Mama Martina mendampingi korban dan keluarga untuk melaporkan kasus ke pihak Kepolisian.
Selalu ada tantangan dalam setiap proses penanganan kasus. Tapi bagi Mama Martina, tantangan tersebut menjadi bagian dari sebuah proses untuk menjadi pribadi yang lebih sabar dan terus berkomitmen untuk membela dan mendampingi perempuan maupun anak korban kekerasan.
Pengalaman pendampingan sampai tingkat kepolisian menjadi pengalaman yang luarbiasa bagi Mama Martina. Setiap pendamping korban ketika melakukan pendampingan dalam proses penanganan dan penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pasti akan mengorbankan banyak waktu, tenaga dan pikiran. Tapi itulah yang menjadi bagian dari perjalanan perjuangan para pendamping korban dalam mendampingi kasus.
Bukan tidak mungkin sampai meneteskan air mata ketika menghadapi berbagai tantangan. Hal ini juga yang di alami oleh Mama Martina. Ketika menghadapi kondisi tersebut, Mama Martina selalu mengingat sebuah kalimat yang pernah disampaikan oleh ketua JPMP (Jaringan Pemerhati Masalah Perempuan) dalam sebuah pertemuan yang dilakukan di SSP, yakni “Maju tak gentar walau lutut bergetar”.
Kalimat ini sangatlah singkat tetapi memiliki makna begitu dalam serta dapat memberikan kekuatan untuk membangkitkan semangat Mama Martina dalam memperjuangkan hak-hak korban. Sebagai perpanjangan tangan SSP di desa, Mama Martina akan selalu memberikan layanan terbaik bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Desa Kualin.