Karena Pengalaman Selalu Menjadi Guru Terbaik
Sarah Debora Doeka, AMd, biasa dipanggil Mama Deby adalah seorang fasilitator yang luar biasa karena saat memfasilitasi proses membuat suasana dinamis dengan metode kreatif. Karena itu, ketika memfasilitasi meski jam-jam ngantuk di siang hari, Mama dari enam orang anak yang lahir di SoE, 13 Desember 1973 ini mampu menghidupkan suasana dan semua peserta gembira serta aktif.
Jebolan D3 Pariwisata-API Yogjakarta ini, tamat tahun 1996 dan kemudian menikah dengan Bapak Timotius Riwu, SH, yang adalah seorang ASN. Mama Deby bergabung di Sanggar Suara Perempuan tahun 2000 dan sejak tahun 2000-2003 sebagai staf SSP di divisi Publikasi.
Pemilik hobby berkebun ini pertama kali bergabung di SSP, mendapat tugas membuat media sederhana yang terbit 2 bulan sekali yakni Buletin Okomama. Buletin Okomama memuat setiap pengalaman yang dikerjakan oleh teman-teman SSP serta berbagai informasi dan pengetahuan tentang gender, hak-hak perempuan, kesehatan reproduksi, KtP/A serta berbagai informasi lainnya terkait dengan isu perempuan.
Tahun 2000, owner DeKELOR ini juga diberi tanggungjawab untuk mengerjakan laporan pendampingan dari teman-teman Tim Kemanusiaan Timor Barat (TKTB) saat eksodus warga ex Tmor Timur ke Timor Barat di kamp-kamp pengungsian di Soe. "Saya senang dan menikmati pekerjaan ini karena saya mendapat kesempatan untuk belajar tentang apa itu gender, kekerasan terhadap perempuan dan kesehatan reproduksi”. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, Mama Deby terus bersuara, “jangan menyakiti perempuan, karena itu melanggar Hak asasi Manusia," tuturnya dan juga, ‘biarkan perempuan menentukan masa depannya sendiri karena perempuan memiliki kemampuan dan ia adalah penolong bagi laki-laki dan keluarganya”.
Tahun 2009-2012, ia diperbantukan oleh lembaga sebagai koordinator program untuk program REACH (Reacing Equity and Acces for Child Health). Ini adalah program pendampingan bagi balita sakit di Kab. TTS kerjasama dengan ChildFund dan UNICEF. Project ini melibatkan 14 puskesmas dan 40 desa di Kabupaten TTS yang masuk dalam kategori daerah terpencil dan susah akses sarana dan prasarana kesehatan. "Saya senang mendapat kesempatan ini karena saya dapat belajar hal baru tentang bagaimana masyarakat awam yakni kader posyandu diberi kesempatan belajar tentang tindakan medis untuk menolong balita sakit sehingga balita yang sakit tidak sampai meninggal," ujarnya.
Selanjutnya Tahun 2003-2010 saat temannya, Mery Tiran pindah ke Kupang, ia melaksanakan tanggung jawab sebagai Koordinator Divisi Publikasi dan Informasi SSP. Di divisi tersebut ia mendapat banyak kesempatan belajar dalam bekerja, mengenal komunitas akar rumput, terlibat dalam mengorganisir kelompok masyarakat di desa melalui JPMP (jaringan peduli masalah perempuan). Kelompok JPMP adalah salah satu inovasi SSP yang pertama ditahun 2005 untuk mengajak kelompok masyarakat baik laki-laki maupun perempuan ikut ambil bagian dalam meningkatkan kepedulian terhadap masalah masalah perempuan yang ada dalam masyarakat dan mengembangkan kerja-kerja berjejaring sehingga anggota JPMP terus belajar membangun solidaritas dan bergerak bersama dalam bingkai hak asasi manusia terutama kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Tahun 2011-2015, SSP mendapat kesepatan untuk mengembangkan program Tata Kelola Pemerintah Lokal yang Demokatis (TKLD) melalui program ACCESS. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah mengajak penerima manfaat untuk menemukenali potensi diri dan melipatgandakan antusiasme dalam kehidupan sosial. Dalam project ini Mama Deby diperbantukan oleh lembaga sebagai Fasilitator Apresiatif Kabupaten. Salah satu produk dari project ini adalah, SSP menerbitkan sebuah buku pengalaman Pertemuan Apresiatif kabupaten, “Paloli TTS Lekones”, dimana dalam lima tahun SSP melakukan pertemuan apresiatif kabupaten yang mengumpulkan tokoh-tokoh apresiatif dari tiga kefetoran di TTS yakni Mollo, Amanatun dan Amanuban dalam berbagi praktek baik yang dapat diadopsi oleh pemerintah daerah untuk mengembangkan pemerintahan yang lebih demokratis.
Seiring perjalanan waktu tahun 2015-2017 Mama Deby diperbantukan oleh lembaga sebagai koordinator program untuk legal identity dan disabilitas bekerja sama dengan The Asia Foundation (TAF). Dalam program ini, SSP mendapat dukungan untuk pengembangan knowledge managemen ditingkat lembaga, serta mendapat kesempatan untuk belajar memahami tentang disabilitas dan pendekatan pengembangan program yang inklusi.
Tahun 2017-2019, ia diperbantukan oleh lembaga sebagai koordinator program untuk SCILD project yakni peningkatan ekonomi kaum muda (perempuan dan laki laki) di 5 kabupaten (Kupang, TTS, TTU , Belu, Malaka), kerjasama memitraan SSP, Plan Internasional dan Bengkel APPEK dengan dukungan dana dari Uni Eropa. Diakhir project terdapat 1000 orang kaum muda memiliki usaha peningkaan ekonomi melalui rentai nilai peternakan ayam, babi dan sapi sehingga menggurangi pengangguran dan ketergantungan di usia produktif.
Tahun 2020, ia diperbantukan lagi oleh SSP sebagai coordinator program untuk Child Protection Project kerjasama SSP dengan WVI untuk mengembangkan Pusat kesejahteraan sosial wilayah dampingan dan memberikan dukungan psikososial bagi orang tua di masa pandemic covid 19, serta memfasilitasi dukungan sosial dengan membangun kemitraan dengan dinas teknis untuk jeminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
Dari pengalamannya bekerja ia terus belajar. Dirinya merasakan merasakan perubahan cara pandang, apresiasi tehadap segala sesuatu yang didapatkan. Dengan demikian, pencinta tenun ikat ini menggunakannya sebagai kesempatan mengenal potensi dalam dirinya, menerima dan menghargai diri sendiri sehingga bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
Dari banyak pengalaman selama bekerja, banyak hal diluar dari pengalaman yang dimiliki secara akademis, tanggung jawab yang diberikan menuntutnya untuk belajar secara mandiri/otodidak, menimba pengalaman dari pimpinan, rekan kerja, mitra bahkan dari masyarakat dampingan SSP. Mama Deby sangat membanggakan pemimpinnya ibu Rambu Atanau Mella dan teman-teman sekerjanya, “Saya bangga dan sangat bersyukur memiliki seorang pemimpin yang sangat visioner dan teman-teman kerja yang hebat dan solid, selalu kompak dan saling menghargai,".
Sebagai coordinator Divisi Fundraising dan Kemitraan, ia bersama teman-teman terus berupaya untuk mengembangkan usaha fundraising lembaga melalui pendapatan dari persewaan aula, penginapan, usaha ternak sapi, usaha menjual tenunan yang terus dilakukan dengan setia sampai hari ini.
Diakuinya di kantor, ia tidak belajar khusus tentang bagaimana membuat proposal yang hebat, tidak pernah sekolah khusus tentang isu gender, kesehatan, isu ekonomi, bejalar tentang bagaimana memiliki empati kepada orang lain, hanya pengalaman dalam setiap kepercayaan yang diberikan, membuat ia bisa dam mampu melakukan ini semua. Sepanjang perjalanan hampir 21 tahun bekerja di SSP, semua berjalan seperti air mengalir, terkadang banyak hal harus di korbankan. Ia dan teman temannya jarang bertemu matahari di rumah, anak anak harus mandiri. "Kami harus menjadi “super mama”, dimalam hari mulai dari masak, mengurus rumah, mendampingi anak-anak mengerhakan PR, mengelola keuangan keluarga”, dan lain-lain.
Ditengah-tengah kesibukannya, Mama Deby diberi tanggungjawab dari gereja sebagai seorang Diaken dan ia sangat bersyukur untuk itu. Dengan banyak tanggungjawab yang dipercayakan menjadi sebuah sukacita bagi Mama, Deby, suami dan anak-anak karena dapat melakukannya bersama-sama, saling berbagi peran dan terus berusaha memberikan yang terbaik dengan kasih dan ketulusan. Penulis Gedreda Rosdiana Djukana, SH
Jebolan D3 Pariwisata-API Yogjakarta ini, tamat tahun 1996 dan kemudian menikah dengan Bapak Timotius Riwu, SH, yang adalah seorang ASN. Mama Deby bergabung di Sanggar Suara Perempuan tahun 2000 dan sejak tahun 2000-2003 sebagai staf SSP di divisi Publikasi.
Pemilik hobby berkebun ini pertama kali bergabung di SSP, mendapat tugas membuat media sederhana yang terbit 2 bulan sekali yakni Buletin Okomama. Buletin Okomama memuat setiap pengalaman yang dikerjakan oleh teman-teman SSP serta berbagai informasi dan pengetahuan tentang gender, hak-hak perempuan, kesehatan reproduksi, KtP/A serta berbagai informasi lainnya terkait dengan isu perempuan.
Tahun 2000, owner DeKELOR ini juga diberi tanggungjawab untuk mengerjakan laporan pendampingan dari teman-teman Tim Kemanusiaan Timor Barat (TKTB) saat eksodus warga ex Tmor Timur ke Timor Barat di kamp-kamp pengungsian di Soe. "Saya senang dan menikmati pekerjaan ini karena saya mendapat kesempatan untuk belajar tentang apa itu gender, kekerasan terhadap perempuan dan kesehatan reproduksi”. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, Mama Deby terus bersuara, “jangan menyakiti perempuan, karena itu melanggar Hak asasi Manusia," tuturnya dan juga, ‘biarkan perempuan menentukan masa depannya sendiri karena perempuan memiliki kemampuan dan ia adalah penolong bagi laki-laki dan keluarganya”.
Tahun 2009-2012, ia diperbantukan oleh lembaga sebagai koordinator program untuk program REACH (Reacing Equity and Acces for Child Health). Ini adalah program pendampingan bagi balita sakit di Kab. TTS kerjasama dengan ChildFund dan UNICEF. Project ini melibatkan 14 puskesmas dan 40 desa di Kabupaten TTS yang masuk dalam kategori daerah terpencil dan susah akses sarana dan prasarana kesehatan. "Saya senang mendapat kesempatan ini karena saya dapat belajar hal baru tentang bagaimana masyarakat awam yakni kader posyandu diberi kesempatan belajar tentang tindakan medis untuk menolong balita sakit sehingga balita yang sakit tidak sampai meninggal," ujarnya.
Selanjutnya Tahun 2003-2010 saat temannya, Mery Tiran pindah ke Kupang, ia melaksanakan tanggung jawab sebagai Koordinator Divisi Publikasi dan Informasi SSP. Di divisi tersebut ia mendapat banyak kesempatan belajar dalam bekerja, mengenal komunitas akar rumput, terlibat dalam mengorganisir kelompok masyarakat di desa melalui JPMP (jaringan peduli masalah perempuan). Kelompok JPMP adalah salah satu inovasi SSP yang pertama ditahun 2005 untuk mengajak kelompok masyarakat baik laki-laki maupun perempuan ikut ambil bagian dalam meningkatkan kepedulian terhadap masalah masalah perempuan yang ada dalam masyarakat dan mengembangkan kerja-kerja berjejaring sehingga anggota JPMP terus belajar membangun solidaritas dan bergerak bersama dalam bingkai hak asasi manusia terutama kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Tahun 2011-2015, SSP mendapat kesepatan untuk mengembangkan program Tata Kelola Pemerintah Lokal yang Demokatis (TKLD) melalui program ACCESS. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah mengajak penerima manfaat untuk menemukenali potensi diri dan melipatgandakan antusiasme dalam kehidupan sosial. Dalam project ini Mama Deby diperbantukan oleh lembaga sebagai Fasilitator Apresiatif Kabupaten. Salah satu produk dari project ini adalah, SSP menerbitkan sebuah buku pengalaman Pertemuan Apresiatif kabupaten, “Paloli TTS Lekones”, dimana dalam lima tahun SSP melakukan pertemuan apresiatif kabupaten yang mengumpulkan tokoh-tokoh apresiatif dari tiga kefetoran di TTS yakni Mollo, Amanatun dan Amanuban dalam berbagi praktek baik yang dapat diadopsi oleh pemerintah daerah untuk mengembangkan pemerintahan yang lebih demokratis.
Seiring perjalanan waktu tahun 2015-2017 Mama Deby diperbantukan oleh lembaga sebagai koordinator program untuk legal identity dan disabilitas bekerja sama dengan The Asia Foundation (TAF). Dalam program ini, SSP mendapat dukungan untuk pengembangan knowledge managemen ditingkat lembaga, serta mendapat kesempatan untuk belajar memahami tentang disabilitas dan pendekatan pengembangan program yang inklusi.
Tahun 2017-2019, ia diperbantukan oleh lembaga sebagai koordinator program untuk SCILD project yakni peningkatan ekonomi kaum muda (perempuan dan laki laki) di 5 kabupaten (Kupang, TTS, TTU , Belu, Malaka), kerjasama memitraan SSP, Plan Internasional dan Bengkel APPEK dengan dukungan dana dari Uni Eropa. Diakhir project terdapat 1000 orang kaum muda memiliki usaha peningkaan ekonomi melalui rentai nilai peternakan ayam, babi dan sapi sehingga menggurangi pengangguran dan ketergantungan di usia produktif.
Tahun 2020, ia diperbantukan lagi oleh SSP sebagai coordinator program untuk Child Protection Project kerjasama SSP dengan WVI untuk mengembangkan Pusat kesejahteraan sosial wilayah dampingan dan memberikan dukungan psikososial bagi orang tua di masa pandemic covid 19, serta memfasilitasi dukungan sosial dengan membangun kemitraan dengan dinas teknis untuk jeminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
Dari pengalamannya bekerja ia terus belajar. Dirinya merasakan merasakan perubahan cara pandang, apresiasi tehadap segala sesuatu yang didapatkan. Dengan demikian, pencinta tenun ikat ini menggunakannya sebagai kesempatan mengenal potensi dalam dirinya, menerima dan menghargai diri sendiri sehingga bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
Dari banyak pengalaman selama bekerja, banyak hal diluar dari pengalaman yang dimiliki secara akademis, tanggung jawab yang diberikan menuntutnya untuk belajar secara mandiri/otodidak, menimba pengalaman dari pimpinan, rekan kerja, mitra bahkan dari masyarakat dampingan SSP. Mama Deby sangat membanggakan pemimpinnya ibu Rambu Atanau Mella dan teman-teman sekerjanya, “Saya bangga dan sangat bersyukur memiliki seorang pemimpin yang sangat visioner dan teman-teman kerja yang hebat dan solid, selalu kompak dan saling menghargai,".
Sebagai coordinator Divisi Fundraising dan Kemitraan, ia bersama teman-teman terus berupaya untuk mengembangkan usaha fundraising lembaga melalui pendapatan dari persewaan aula, penginapan, usaha ternak sapi, usaha menjual tenunan yang terus dilakukan dengan setia sampai hari ini.
Diakuinya di kantor, ia tidak belajar khusus tentang bagaimana membuat proposal yang hebat, tidak pernah sekolah khusus tentang isu gender, kesehatan, isu ekonomi, bejalar tentang bagaimana memiliki empati kepada orang lain, hanya pengalaman dalam setiap kepercayaan yang diberikan, membuat ia bisa dam mampu melakukan ini semua. Sepanjang perjalanan hampir 21 tahun bekerja di SSP, semua berjalan seperti air mengalir, terkadang banyak hal harus di korbankan. Ia dan teman temannya jarang bertemu matahari di rumah, anak anak harus mandiri. "Kami harus menjadi “super mama”, dimalam hari mulai dari masak, mengurus rumah, mendampingi anak-anak mengerhakan PR, mengelola keuangan keluarga”, dan lain-lain.
Ditengah-tengah kesibukannya, Mama Deby diberi tanggungjawab dari gereja sebagai seorang Diaken dan ia sangat bersyukur untuk itu. Dengan banyak tanggungjawab yang dipercayakan menjadi sebuah sukacita bagi Mama, Deby, suami dan anak-anak karena dapat melakukannya bersama-sama, saling berbagi peran dan terus berusaha memberikan yang terbaik dengan kasih dan ketulusan. Penulis Gedreda Rosdiana Djukana, SH