Sosok Pembawa Perubahan
8 Maret 2020, seluruh dunia merayakan Hari Perempuan Internasional. Tanggal ini pun kami merayakan ulang tahun salah satu perempuan hebat NTT, Mama Ir. Rambu Atanau Mella. Sosok yang low profile ini telah menyumbang besar bagi Gerakan Perempuam NTT, perubahan-perubahan sosial yang berdampak bagi kemajuan, kesejahteraan dan penegakkan hak-hak perempuan.
Di dunia LSM, Mama Rambu, Mama Sofia Malelak de Haan, Mama Sarah Lery Mboeik, sulung dalam berjuang. Saat orang takut bicara pada rezim Orde Baru mereka sudah bersuara banyak hal tentang ketidakadilan dan ketimpangan.
Mama Rambu bicaranya berstruktur, jangan heran kalau pemilik mata bundar cantik dengan kulit sawo matang eksotis ketika berbicara bagi yang mendengar akan menatap tak bergeming dan mencatat buah pikirannya tentang issue perempuan.
Beliau berjuang untuk ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan, diskriminasi terhadap perempuan, kesehatan reproduksi dan issue-issue perempuan lainnya. Mama Rambu juga berada di dusun-dusun, pedalaman TTS bersama sama sahabat SSP mendampingi perempuan dalam memberikan pengetahuan, perspektif tentang relasi yang setara antara laki-laki dan perempuan.
Mama Rambu terus mendorong perempuan-perempuan muda untuk maju di Gerakan Perempuan NTT. Karena ketokohannya ia pernah ditulis dalam rubrikasi Jejak Langkah di edisi Mingguan Pos Kupang. Beliau juga pernah menjadi Koordinator Jaringan Kesehatan Perempuan Indonesia Timur JKPIT). Dan di tahun 2016 lalu kerja-kerja memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender bersama Ibu Veronika Atta, SH, M.Hum mendapat penghargaan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat sebagai perempuan pembawa perubahan.
Dari kerja-kerja istri dari Bapak Paul Mella, mantan Bupati TTS ini bersama teman-teman SSP berhasil mendorong perubahan-perubahan di level kebijakan yakni adanya Perda Perlindungan Perempuan dan Anak, Peraturan Bupati tentang SOP Penyelenggaraan Perempuan dan Anak, MoU antara pemerintah dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Perubahan lainnya yakni adanya Sistem Layanan Rujukan Terpadu sehingga korban mendapat layanan yang konprehensif sesuai kebutuhan korban, seperti kartu keluarga, KTP, jaminan kesehatan masyarakat/KIS, KIP, rumah layak huni dan pemberdayaan ekonomi, berhasil membangun komitmen aparat penegak hukum dalam upaya pencegahan, penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta adanya peraturan desa tentang perlindungan perempuan dan anak di desa dampingan.
Sementara perubahan di komunitas, adanya layanan berbasis komunitas melalui forum jaringan perempuan tingkat desa, adanya pendamping atau konselor yang menerima rujukan pendampingan baik litigasi dan non litigasi, adanya rumah aman atau shelter di tingkat desa, ada CO Laki-Làki Baru untuk menggalang komitmen laki-laki dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan mewujudkan keadilan gender.
Perubahan lainnya, adanya perempuan yang menjadi pemimpin di tingkat desa, seperti kepala desa, BPD, aparat desa, adanya pengakuan yang berdampak pada partisipasi perempuan pada musrenbang dan forum forum masyarakat. Perubahan pada level kebijakan, komunitas itu bukan kerja satu malam. Itu adalah kerja panjang dilakukan berulang kali dengan berbagai strategi, bukan sekedar retorika di forum dan habis.
Membentuk opini, turun lapangan, pengorganisasian, pendampingan, pengawalan kampanye, lobby semua dilakukan untuk mencapai perubahan. Selain bukan kerja semalam dan seperti membalik telapak tangan kerja-kerja penyadaran menuju perubahan menemui banyak hambatan.
Mama Rambu pada sebuah dialog, mengemukakan konstruksi sosial budaya patriarkhi yang sangat kuat dan mengakar menyebabkan perubahan perilaku berlangsung dalam waktu yang lama. Karena itu, diskusi kritis, penyebaran informasi dilakukan terus menerus.
Selain itu, tingkat pendidikan yang terbatas menyebabkan perempuan sulit mengakses posisi strategis. Misalnya, syarat untuk menjadi aparat desa harus pendidikan SLTA. Hambatan lainnya adalah komitmen politik dan kesadaran kritis pengambil keputusan di daerah masih kurang, alokasi anggaran untuk issue perempuan masih terbatas.
Mama Rambu juga mengikuti berbagai pendidikan non formal di dalam dan luar negeri serta, menjadi narasumber, pelatih dan faslitator di berbagai training. Beliau menyampaikan dalam kondisi pandemi Covid-19, SSP tetap mengimplementasikan program layanan pendampingan bagi perempuan dan anak korban kekerasan sesuai dengan protokol kesehatan yang ketat, baik melalui tatap muka maupun on call.
SSP juga membantu pendamping desa dengan menyediakan APD sehingga tetap melakukan pelayanan di desa karena tingkat kekerasan khususnya kekerasan seksual pada masa pandemi meningkat.
Hatinya yang luas dan penuh kerendahan membuat beliau tidak membatasi jarak dengan staf di SSP maupun jaringan mitra. Tak heran saat kegiatan bersama di Kupang atau di luar daerah, para aktivis muda yang usia puluhan tahun dengan Mama Rambu merasa nyaman.
Sebagai pemimpin beliau terus mendorong stafnya untuk maju dan berkembang. Berbagai tanggungjawab diberikan dalam mempersiapkan mereka menjadi pemimpin, mengirim mereka mengikuti pendidikan non formal di luar daerah, mewakilinya menjadi nara sumber maupun fasilitator. Karena besarnya dorongan dan kesempatan itu, ia kecewa kalau respon stafnya tidak serius. "Mama orang yang serius dan perfeksionis, on time, kalau kerja asal asalan atau asal jadi, mama sangat kecewa,", ungkap Ma Filpin yang juga diakui Om Jhon Bolla dan teman teman SSP lainnya.
Tak pernah berhenti belajar membuat beliau termasuk suka bertanya dan berdiskusi dengan adik-adik yang jauh usia dan pengalaman darinya. Meski serius, pemimpin yang lembut ini suka tertawa lepas jika ada hal-hal lucu dalam perjalanan atau pelatihan.
Memberi apresiasi bagimu yang tak lelah berjuang bagi terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender sehingga issue ini menjadi seksi dan saya ikut menikmatinya. Secuil catatan ini tak mampu mengcover luasnya rimba pengembaraanmu atas kerja-kerja besar, cerdas, tuntas untuk merawat kehidupan dan kemanusiaan.
Selamat Ulang tahun Mama Rambu Atanau Mella, tak ada kado istimewa selain rasa bangga padamu. Terus sehat dan menjadi berkat bagi banyak orang. (Penulis Gedreda Rosdiana Djukana, SH)
Di dunia LSM, Mama Rambu, Mama Sofia Malelak de Haan, Mama Sarah Lery Mboeik, sulung dalam berjuang. Saat orang takut bicara pada rezim Orde Baru mereka sudah bersuara banyak hal tentang ketidakadilan dan ketimpangan.
Mama Rambu bicaranya berstruktur, jangan heran kalau pemilik mata bundar cantik dengan kulit sawo matang eksotis ketika berbicara bagi yang mendengar akan menatap tak bergeming dan mencatat buah pikirannya tentang issue perempuan.
Beliau berjuang untuk ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan, diskriminasi terhadap perempuan, kesehatan reproduksi dan issue-issue perempuan lainnya. Mama Rambu juga berada di dusun-dusun, pedalaman TTS bersama sama sahabat SSP mendampingi perempuan dalam memberikan pengetahuan, perspektif tentang relasi yang setara antara laki-laki dan perempuan.
Mama Rambu terus mendorong perempuan-perempuan muda untuk maju di Gerakan Perempuan NTT. Karena ketokohannya ia pernah ditulis dalam rubrikasi Jejak Langkah di edisi Mingguan Pos Kupang. Beliau juga pernah menjadi Koordinator Jaringan Kesehatan Perempuan Indonesia Timur JKPIT). Dan di tahun 2016 lalu kerja-kerja memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender bersama Ibu Veronika Atta, SH, M.Hum mendapat penghargaan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat sebagai perempuan pembawa perubahan.
Dari kerja-kerja istri dari Bapak Paul Mella, mantan Bupati TTS ini bersama teman-teman SSP berhasil mendorong perubahan-perubahan di level kebijakan yakni adanya Perda Perlindungan Perempuan dan Anak, Peraturan Bupati tentang SOP Penyelenggaraan Perempuan dan Anak, MoU antara pemerintah dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Perubahan lainnya yakni adanya Sistem Layanan Rujukan Terpadu sehingga korban mendapat layanan yang konprehensif sesuai kebutuhan korban, seperti kartu keluarga, KTP, jaminan kesehatan masyarakat/KIS, KIP, rumah layak huni dan pemberdayaan ekonomi, berhasil membangun komitmen aparat penegak hukum dalam upaya pencegahan, penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta adanya peraturan desa tentang perlindungan perempuan dan anak di desa dampingan.
Sementara perubahan di komunitas, adanya layanan berbasis komunitas melalui forum jaringan perempuan tingkat desa, adanya pendamping atau konselor yang menerima rujukan pendampingan baik litigasi dan non litigasi, adanya rumah aman atau shelter di tingkat desa, ada CO Laki-Làki Baru untuk menggalang komitmen laki-laki dalam menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan mewujudkan keadilan gender.
Perubahan lainnya, adanya perempuan yang menjadi pemimpin di tingkat desa, seperti kepala desa, BPD, aparat desa, adanya pengakuan yang berdampak pada partisipasi perempuan pada musrenbang dan forum forum masyarakat. Perubahan pada level kebijakan, komunitas itu bukan kerja satu malam. Itu adalah kerja panjang dilakukan berulang kali dengan berbagai strategi, bukan sekedar retorika di forum dan habis.
Membentuk opini, turun lapangan, pengorganisasian, pendampingan, pengawalan kampanye, lobby semua dilakukan untuk mencapai perubahan. Selain bukan kerja semalam dan seperti membalik telapak tangan kerja-kerja penyadaran menuju perubahan menemui banyak hambatan.
Mama Rambu pada sebuah dialog, mengemukakan konstruksi sosial budaya patriarkhi yang sangat kuat dan mengakar menyebabkan perubahan perilaku berlangsung dalam waktu yang lama. Karena itu, diskusi kritis, penyebaran informasi dilakukan terus menerus.
Selain itu, tingkat pendidikan yang terbatas menyebabkan perempuan sulit mengakses posisi strategis. Misalnya, syarat untuk menjadi aparat desa harus pendidikan SLTA. Hambatan lainnya adalah komitmen politik dan kesadaran kritis pengambil keputusan di daerah masih kurang, alokasi anggaran untuk issue perempuan masih terbatas.
Mama Rambu juga mengikuti berbagai pendidikan non formal di dalam dan luar negeri serta, menjadi narasumber, pelatih dan faslitator di berbagai training. Beliau menyampaikan dalam kondisi pandemi Covid-19, SSP tetap mengimplementasikan program layanan pendampingan bagi perempuan dan anak korban kekerasan sesuai dengan protokol kesehatan yang ketat, baik melalui tatap muka maupun on call.
SSP juga membantu pendamping desa dengan menyediakan APD sehingga tetap melakukan pelayanan di desa karena tingkat kekerasan khususnya kekerasan seksual pada masa pandemi meningkat.
Hatinya yang luas dan penuh kerendahan membuat beliau tidak membatasi jarak dengan staf di SSP maupun jaringan mitra. Tak heran saat kegiatan bersama di Kupang atau di luar daerah, para aktivis muda yang usia puluhan tahun dengan Mama Rambu merasa nyaman.
Sebagai pemimpin beliau terus mendorong stafnya untuk maju dan berkembang. Berbagai tanggungjawab diberikan dalam mempersiapkan mereka menjadi pemimpin, mengirim mereka mengikuti pendidikan non formal di luar daerah, mewakilinya menjadi nara sumber maupun fasilitator. Karena besarnya dorongan dan kesempatan itu, ia kecewa kalau respon stafnya tidak serius. "Mama orang yang serius dan perfeksionis, on time, kalau kerja asal asalan atau asal jadi, mama sangat kecewa,", ungkap Ma Filpin yang juga diakui Om Jhon Bolla dan teman teman SSP lainnya.
Tak pernah berhenti belajar membuat beliau termasuk suka bertanya dan berdiskusi dengan adik-adik yang jauh usia dan pengalaman darinya. Meski serius, pemimpin yang lembut ini suka tertawa lepas jika ada hal-hal lucu dalam perjalanan atau pelatihan.
Memberi apresiasi bagimu yang tak lelah berjuang bagi terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender sehingga issue ini menjadi seksi dan saya ikut menikmatinya. Secuil catatan ini tak mampu mengcover luasnya rimba pengembaraanmu atas kerja-kerja besar, cerdas, tuntas untuk merawat kehidupan dan kemanusiaan.
Selamat Ulang tahun Mama Rambu Atanau Mella, tak ada kado istimewa selain rasa bangga padamu. Terus sehat dan menjadi berkat bagi banyak orang. (Penulis Gedreda Rosdiana Djukana, SH)